Memperingati 88 Tahun Dewan Fatwa Al Washliyah |
Al-washliyah - mediaislamimedan.my.id | 21 januari 2022 | Memperingati 88 Tahun Dewan Fatwa Al Washliyah | 08 desember 2021
TANGGAL 10 Desember 2021 merupakan salah satu tanggal bersejarah dalam organisasi Al Jam'iyatul Washliyah (Al Washliyah). Betapa tidak, Delapanpuluh Delapan (88) tahun lalu, tepatnya 10 Desember 1933, Al Washliyah mengesahkan sebuah majelis yang mengurusi masalah keagamaan yang diberi nama dengan Madjlis Al Fatwa yang bernama Dewan Fatwa Al Washliyah. Pasti, Dewan Fatwa Al Washliyah termasuk lembaga fatwa tertua di Indonesia, bahkan jauh lebih tua dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang baru diresmikan pada tahun 1975.
Secara historis, Madjlis Al Fatwa disahkan oleh pengurus Al Washliyah yang saat itu berpusat di Medan pada tanggal 10 Desember 1933. Majelis ini, yang lahir tiga tahun pasca Al Washliyah diresmikan, didirikan dengan tujuan untuk “memberikan khittah dan keputusan suatu masalah yang dirasa sulit mengenai masalah agama dan sebagainya.” Sejak didirikan, kata H. Udin Sjamsuddin, majelis ini berhajat “untuk memberikan tuntunan dan garis perjuangan bagi umat Islam yang bercita-cita bagi berlakunya hukum-hukum Tuhan di permukaan bumi.” Dengan demikian, seluruh keberadaan dan keberadaan Madjlis Al Fatwa menjadi strategi bagi kaum Muslim, khususnya konstituen Al Washliyah di berbagai negeri dimana diharapkan jawaban terhadap berbagai masalah dapat dihadapi organisasi dan masyarakat Muslim,
Untuk mencapai tujuan dan hajat di atas, pengurus Al Washliyah menyusun struktur pengurus Madjlis Al Fatwa yang terdiri atas ulama senior yang berpengaruh dan produktif serta ulama muda yang energik dan visioner. Pada saat disahkan pertama kali, sebanyak delapan belas (18) orang diamanahkan sebagai pengurus majelis ini. Mereka adalah Syekh Hasan Ma'sum, Syekh Muhammad Yunus, Syekh Dja'far Hassan, Syekh M. Sjarief, Syekh Iljas, Syekh Mahmud Isma'il Lubis, Syekh Abd. Malik, Syekh Abd. Djalil, Syekh Dahlan, Syekh M. Ali, Syekh Usman Sulaiman, Syekh M. Djamil Dahlan, Syekh M.Tahier, Ustaz Yusuf Ahmad Lubis, Ustaz M. Arsjad Th. Lubis, Ustaz Fachruddin (Suhailuddin), Ustaz Abdurrahman Sjihab dan Ustaz Abdul Wahab Lubis. Menurut Usman Pelly dalam bukunya Urbanisasi dan Adaptasi (2013: 228),
Pada era berikutnya, Madjlis Al-Fatwa Al Washliyah yang kemudian bernama Dewan Fatwa Al Washliyah terus dipimpin oleh ulama senior yang berpengaruh dan produktif. Diantaranya adalah Ustaz M. Arsjad Th. Lubis, Ustaz Abdul Wahab Lubis, Ustaz Yusuf Ahmad Lubis, Ustaz M. Arifin Isa, H. Bahrum Djamil, Ustaz M. Ridwan Ibrahim Lubis, Ustaz Jalaluddin A. Muthalib, KH. Totoh Abdul Fattah dan Ustaz Ramli Abdul Wahid. Pengaruh mereka dalam organisasi Al Washliyah terbilang besar, dan produktivitas mereka dalam menghasilkan karya akademik dari artikel sampai buku tak diragukan lagi. Sampai saat ini, karya-karya mereka masih bisa diakses publik, dan dapat memberikan pencerahan bagi konstituen Al Washliyah. Saat ini, Dewan Fatwa Al Washliyah dipimpin oleh Ustaz Abdul Hamid Usman.
Menarik diungkap bahwa dalam masa genting sekali pun, Madjlis Al Fatwa Al Washliyah tetap sigap memberikan tuntunan kepada umat. Satu di antara banyak buktinya adalah setelah 105 hari usia proklamasi kemerdekaan Indonesia, majelis ini berani mengeluarkan resolusi jihad untuk menolak kedatangan Belanda dan para pembantunya yang ingin kembali berkuasa di Indonesia. Pada Kongres Al Washliyah ke-5, 30 November-6 Desember 1945 di Pematang Siantar, Sumatera Utara, Madjlis Al-Fatwa Al Washliyah mengeluarkan fatwa tentang hukum mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia dimana ditegaskan bahwa (1) wajib atas tiap-tiap umat Islam di Indonesia menolak kedatangan orang-orang Belanda dan pembantu-pembantunya yang hendak berkuasa di Indonesia ini. (2) Orang Islam yang mati dalam pertempuran menolak orang Belanda dan pembantu-pembantunya itu,
Jelas bahwa fatwa ini dikeluarkan saat bangsa Indonesia baru meraih kemerdekaan, dan para pengurus Madjlis Al Fatwa tanpa rasa takut menginisiasi pengambilan keputusan fatwa tentang hukum mempertahankan kemerdekaan yang kemudian menjadi tuntunan bagi kaum Muslim di Indonesia, khususnya para pendukung Al Washliyah yang sudah tersebar di berbagai daerah di pulau Sumatera, khususnya di Keresidenan Sumatera Timur dan Keresidenan Tapanuli, dan mereka tentu sangat senang mengetahui fatwa tersebut terhadap keselamatan diri dan keluarga mengingat kondisi sosial politik di Indonesia saat itu masih labil.
Tegas bahwa Dewan Fatwa Al Washliyah terbukti telah memberikan kontribusi bagi agama, bangsa dan negara. Sampai saat ini, lembaga ini sudah menghasilkan banyak fatwa, dan atas inisiatif dan motivasi tim Ustaz Ramli Abdul Wahid, fatwa-fatwa itu kemudian dibukukan dan diterbitkan dengan judul “Keputusan-Keputusan Dewan Fatwa Al Jam'iyatul Washliyah (1933-2020)”. keberadaan buku ini deskripsi oleh sebuah buku lainnya yang memberikan tentang sejarah Dewan Fatwa Al Washliyah yang berjudul “Dewan Fatwa Al Jam'iyatul Washliyah: Sejarah dan Fatwa-fatwa”. Kedua pekerjaan tersebut diterbitkan atas kerjasama penerbit Perdana Publishing dan Dewan Fatwa Al Jam'iyatul Washliyah 2020, dan tentunya atas kerjasama dengan bantuan moril dan materi dari Profesor Aslim Sihotang yang saat itu sebagai Pejabat Dewan Fatwa Al Washliyah.
Dalam konteks saat ini, sesuai Anggaran Dasar (AD) Al Washliyah hasil muktamar ke-22, disebutkan bahwa tujuan dan fungsi Dewan Fatwa Al Washliyah di antaranya adalah “menetapkan fatwa hukum Islam berkaitan dengan permasalahan yang terjadi di kalangan anggota, pengurus, dan masyarakat pada umumnya”. Dalam Anggaran Rumah Tangga (ART) Al Washliyah disebutkan bahwa salah satu kewenangan lembaga syariah Al Washliyah ini adalah “menerbitkan fatwa hukum untuk menjadi pedoman bagi organisasi, warga Al Washliyah, dan masyarakat pada umumnya dalam bidang agama.”
Dalam organisasi Al Washliyah, sesuai amanat AD & ART, masalah fatwa merupakan otoritas mutlak dari Dewan Fatwa Al Washliyah sebagai lembaga syariah yang hanya berkedudukan di tingkat Pengurus Besar. Lembaga ini tidak ada di level pengurus Al Washliyah tingkat provinsi, kabupaten/kota, kecamatan maupun desa.
Konstituen Al Washliyah yang terdiri atas jutaan orang yang tersebar di Aceh sampai Papua tentu perlu mendapatkan pencerahan dalam bidang keagamaan, terutama dalam bentuk fatwa, dari lembaga yang mereka miliki, Dewan Fatwa Al Washliyah. Lembaga ini memiliki beban moral untuk terus mengawal religiitas umat terutama di masa pandemi saat ini. Apalagi, masalah fatwa-fatwa keagamaan adalah otoritas mutlak lembaga ini. Fakta bahwa Dewan Fatwa Al Washliyah hanya ada di tingkat pusat menunjukkan bahwa lembaga ini sangat urgen dan strategis karena fatwa-fatwa yang dikeluarkannya akan menjadi acuan dan pedoman pedoman konstituen Al Washliyah yang berdomisili di seluruh Indonesia dan juga luar negeri.
Di sini, kita salut juga kepada Nahdlatul Ulama (NU) yang tak henti-hentinya memberikan sinaran pencerahan dalam bidang keagamaan kepada para pengikut setianya melalui berbagai platform digital. NU Online adalah contoh nyatanya. NU Online selama ini selalu memberikan kejelasan bukan saja bagi warga NU, tetapi juga kaum Muslim di Indonesia, mungkin juga di dunia. NU Online kerap menerbitkan berbagai artikel secara online yang berisi tanggapan Islam, tentunya perspektif ideologi NU, terhadap isu-isu terkini yang terjadi di dunia, khususnya Indonesia. Isu-isu yang dibahas bahkan hanya isu-isu yang cukup sederhana, tetapi akan menjadi perhatian umat Islam di Indonesia. Tentu, penggunaan platform digital dalam menyampaikan pesan-pesan agama, terutama di masa pandemi,
Pasti, pada era revolusi industri 4.0 seperti saat ini, meskipun pandemi Covid-19 belum berakhir, Dewan Fatwa Al Washliyah dapat secara aktif dan kreatif berkontribusi bagi agama, bangsa dan negara dengan memanfaatkan seluruh platform digital secara maksimal dalam menjalankan semua program kerja yang disusun dalam rapat kerja untuk memberikan pencerahan kepada umat dan bangsa terutama dalam keagamaan. Karena itu, dengan perkembangan teknologi informasi ini, pengurus Dewan Fatwa Al Washliyah saat ini tentu akan lebih produktif dan kreatif dari para pendahulu yang telah banyak di era tanpa komputer, internet dan media sosial.
Nashrun minallâh wa fathun qarîb, wabasysyiril mu'minîn.
Dr. Ja'far, MA .
* Dosen Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Lhokseumawe, Aceh.
* Ketua Lembaga Kajian Strategis Al Washliyah Pengurus Besar Al Jam'iyatul Washliyah Periode 2021-2026.