Prof Dr KH Didin Hafidhuddin, MS |
Masyarakat Bogor sendiri melalui berbagai elemen telah menyuarakan penolakan terhadap tempat tersebut.
Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Didin Hafidhuddin berharap aspirasi masyarakat tersebut didengar oleh pihak pemerintah daerah.
“Mudah-mudahan didengar oleh Pemkot, DPRD dan petugas keamanan,” harap Kiai Didin dalam kajian Ahad pagi (16/1) di Masjid Al Hijri II Kota Bogor.
Ulama kharismatik yang tinggal di Bogor itu menjelaskan bahwa dalam pandangan Islam, ketika ada kemunkaran maka para pemimpin memiliki kekuatan untuk mengatasinya.
“Dalam hadis jika ada kemunkaran harus dilawan dengan tangan artinya kekuatan atau kekuasaan, kalau tidak bisa dengan lisan atau tulisan, kalau tidak mampu dengan hati namun itu selemah-lemahnya iman,” jelasnya.
“Dakwah para ustaz itu dengan lisan, tapi dakwah utama melawan kemunkaran yaitu dengan kekuasaan, dengan kebijakan,” tambah Kiai Didin.
Karena itulah, kata Kiai Didin, menjadi tanggung jawab bersama untuk saling mengingatkan dan menguatkan antara pemerintah dan masyarakat dalam menghadapi berbagai persoalan.
Menurutnya, segala tempat maksiat tidak boleh ada apalagi berada di wilayah yang baik dan kondusif. “Termasuk di Bogor, Bogor itu kota religius yang harus dijaga kita semua. Pemkot dan DPRD punya tanggungjawab dunia akhirat, mudah-mudahan itu tidak terjadi,” tandasnya.